Cara bersyukur seorang manusia menentukan nikmat yang akan diterimanya dari Allah.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepada
seorang laki-laki dari Hamadzan, “Sesungguhnya nikmat itu berhubungan dengan
syukur. Sedangkan syukur itu berkaitan dengan mazid (penambahan nikmat).
Keduanya tidak bisa dipisahkan. Maka penambahan nikmat dari Allah tidak akan
terputus sampai terputusnya syukur dari seorang hamba.”
Nah, kalau kita ingin nikmat yang diberikan
Allah semakin tumbuh subur, maka syukur harus kita gencarkan. Menjadikan
seluruh hal yang kita miliki untuk menuju totalitas syukur. Bersyukur dengan
syukur yang sempurna, demi mewujudkan ‘gelar’ abdan syakura.
Seorang salaf mengajari kita cara memaksimalkan
potensi yang kita miliki untuk bersyukur. Menjadikan seluruh anggota tubuh kita
untuk merealisasikan syukur. Cara-cara tersebut sebagaimana terurai di bawah
ini:
1.
Bersyukurnya mata
Ketika ditanya,
“Apakah syukurya dua mata itu, wahai Abu Hazim?” Dia menjawab, “Jika kamu
melihat kebaikan sebarkanlah, dan jika kamu melihat keburukan tutupilah!”
Maka, wujud
syukurnya mata adalah dengan melihat yang baik-baik bukan yang buruk-buruk.
Tentu dengan standar nilai syariat Allah. Kalau pun toh kita melihat orang lain
berbuat buruk, maka kita tidak boleh menyebarkan aibnya.
2.
Bersyukurnya telinga
Abu Hazim menjawab,
ketika ditanya tentang cara bersyukurnya telinga, “Jika kamu mendengar
kebaikan, peliharalah! Jika kamu mendengar keburukan cegahlah!”
Menggunakan telinga
untuk mendengar ayat-ayat Al-Qur’an termasuk salah satu contoh bersyukur dengan
mendengar yang baik. Sebaliknya, menghindari orang yang bergosip dan bergunjing
adalah contoh bersyukur dengan mencegah mendengar yang buruk.
3.
Bersyukurnya tangan
Dalam hal
bersyukurnya dua tangan, Abu Hazim mengatakan, “Jangan kamu gunakan dia untuk
mengambil barang yang bukan haknya! Juga penuhillah hak Allah yang ada pada
keduanya!”
4.
Bersyukurnya kemaluan
Ketika ditanya cara
bersyukurnya kemaluan, Abu Hazim menjawab dengan membaca firman Allah, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki. Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada terceIa.
Barangsiapa mencari yang di balik
itu. Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mukminun [23]: 5-7)
5.
Bersyukurnya
kaki
Sedangkan bersyukurnya dua kaki, Abu
Hazim menjelaskan, “Jika kamu melihat seseorang yang shalih meninggal,
segeralah teladani amalannya. Dan jika yang meninggal orang yang tidak baik,
segera jauhi amal-amal yang dia kerjakan.”
Cara lain yang harus dilakukan, sebagai upaya kita untuk total dalam
bersyukur adalah mengelola rasa dan batin kita, bahwa di bawah kita masih
banyak yang kondisi lebih memprihatinkan dari kita.
Rasulullah saw bersabda:
اُنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَ لاَ تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
Lihatlah orang yang lebih rendah daripada kelian, dan janganlah melihat
orang yang lebih tinggi darpada kalian. Karena yang demikian itu lebih layak
bagi kalian untuk tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian. (HR. At-Tirmidzi)
Bersyukur
secara total, ibarat pakaian yang oleh orang bersyukur memakainya. Sehingga
tubuhnya terlindungi dari panas, dingin, dan gangguan lainnya. Sedang orang
yang bersyukur hanya sepotong-sepotong, seperti hanya bersyukur dalam lisan
saja, maka bagai orang yang memiliki pakaian tetapi hanya dipegang dan tidak
dipakai. Sehingga tubuhnya tak bisa terlindungi dari panas, dingin, hujan, dan
gangguan halnya.
Nah, dengan
mengamalkan syukur secara menyuluruh, kita berharap mampu menjadi hamba yang
pandai bersyukur. Sebagaimana yang telah Rasulullah saw teladankan pada kita
semua. Meski beliau adalah manusia yang mulia, diampuni seluruh dosa-dosanya.
Tetapi masih tetap beribadah hingga kakinya pecah-pecah. “Tidak bolehkah aku
menjadi hamba yang pandai bersyukur?” Jawab beliau saw menjelaskan.
Allahu
A’lam